Monday, November 26, 2007

POSISI PEMUDA DALAM DINAMIKA GLOBAL DAN LOKAL

(Disampaikan Dalam Sarasehan Pemuda, DPD KNPI Kabupaten Belitung
Tanjungpandan, 25 Oktober 2007)

Desa Parang Bulo berjarak kurang lebih 25 km dari Pusat Kota Tanjungpandan, Desa yang ditetapkan pemerintah sebagai bagian dari Kawasan Agropolitian ini, bisa jadi mewakili desa-desa lain di Kabupaten Belitung yang memiliki wariosan budaya yang masih asli (indigeneous)

Kepala kampong yang biasa disebut Dukun Kampong memiliki Balai Dukun, pondok kecil yang digunakan masyarakat untuk menyerahkan makanan yang akan dihidangkan dalam resepsi perkawinan. Si empunya hajat menyerahkan jumlah hidangan, jenis hidangan dan perangkat hidangan kepada dukun kampong. Dukun tidak hanya menerima informasi tetapi mengikat informasi jumlah,jenis, dan perangkat hidangan itu menjadi komitmen yang harus ditaati. Alhasil, jika ada makanan yang dihidangkan tidak sesuai dengan apa yang disajikan di Balai Dukun maka hidangan akan rusak, akan menjadi petaka bagi tuan rumah dan bagi tamu yang menikmatinya. Begitupun tuan rumah tidak bisa menambah jumlah hidangan.

Peran Budaya Dalam Penyelenggaraan Pemerintah

Bagi masyarakat di luar desa, kepercayaan semacam itu dianggap terlalu kaku ”membahayakan” program pembangunan bahkan hubungan sosial. Dalam suatu kesempatan bermusyawarah, dukun-dukun kampung di Belitung memberikan perhatian khusus agar tidak terlalu kaku menerapkan ilmu perdukunannya. Maklum saja ketika itu pemerintah merencanakan untuk mendatangkan transmigran dari Jawa membuka lahan pertanian (masing-masing dua hektar) di Kecamatan Membalong.

Dalam dunia perdukunan dikenal dua aliran, yakni perdukunan setara guru dan perdukunan malaikat. Masing-masing aliran menjalankan konsep kearifan tradisional (local wisdom) dan pengetahuan lokal (indigeneos knowledge) dengan cara yang berbeda-beda. Aliran Setara Guru menganggap kekuatan roh halus sebagai kekuatan sentral, dimana semua mahkluk hidup ada yang menguasai (Belitong : penunggu)., sebaliknya Aliran Malaikat menganggap kekuatan Allah (Tauhid Islam) menjadi sumber kekuatan dari kekuatan yang ada di bumi dan selalu mengawali langkah dengan menyebut nama Allah SWT , Bismillahirahmanirrahim.

Upaya untuk menata dinamika sosial masyarakat oleh dukung kampung dan kekuatan pemaksa melalui mitos-mitos ”Antu” dalam masyarakat Belitong, pada hahekatnya untuk memberikan keseimbangan hubungan manusia, alam dan makhluk halus.
Penataan dinamika sosial masyarakat itu sering disinonimkan dengan pembangunan. Dalam masyarakat tradisional dinamika sosial ditekankan pada keseimbangan hubungan. Hal yang berbeda, dalam pemahaman pembangunan modern saat ini, pembangunan lebih banyak menekankan subjek penyelenggaranya yakni pemerintah. Padahal hubungan sosial masyarakat itu jauh lebih komplek. Pemanggku kepetingan pembangunan itu meliputi pemerintah, masyarakat dan kalangan swasta dan lembaga lain yang saling tarik menarik. Dalam kondisi tarik-menarik itu muncul anggapan bahwa pembangunan dikuasai oleh sebuah kekuatan, bukan lagi makhluk halus seperti Aliran Perdukunan Setara Guru atau kekuasaan Tuhan dalam Aliran Malaikat, tetapi oleh kekuatan politik massa.
Untuk memperbaiki sistem penyelenggaraan pemerintah, United Nation Development Program ( UNDP), Badan PBB yang mengurusi pembangunan di negara berkembang. UNDP merekomendasikan karakteristik-karakteristik good governance sebagai berikut :

· participation dimana merujuk pada semua warga untuk mempunyai sesuatu yang sama dalam pengambilan keputusan, yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung;

· rule of law yang merujuk pada kerangka hukum yang harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu;

· transparency dimana seluruh proses pemerintahan dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan dan dibangun atas dasar arus informasi yang bebas sehingga meminimalisasi kesenjangan informasi (digital divide) antara penyaji dan pengakses informasi;

· responsiveness dimana lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah berupaya melayani setiap stakeholder sebagai penentu pertanggungjawaban,

· concensus orientation yang menjembatani kepentingan-kepentingan berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dan terbaik bagi kelompok masyarakat dalam hal kebijakan maupun prosedur, equity, kesetaraan bagi semua warga untuk menjaga kesejahteraan, rasa keadilan bersama-sama. pola kebijakan sentralistik, searah dan berasal dari atas (top down planning) mempersempit ruang publik (public sphere);

· effectiveness and efficiency lebih menunjuk pada proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil yang sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumberdaya seoptimal mungkin;

· accountability, ditentukan dari sifat keputusan organisasi, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal; dan

· strategic vision, memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan budaya sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut. Untuk membuat visi strategis sangat diperlukan rencana strategis.

Sebetulnya apa yang direkomendasi oleh organisasi besar seperti PBB tidaklah berbeda jauh dengan nilai-nilai yang ingin dikedepankan dalam proses resepsi perkawinan adat di Desa Parang Bulo. Karakterisik itu hanya semacam metamorfosa dalam nilai-nilai tradisional masyarakat. Baik pengetahuan lokal maupun pengetahuan modern yang mengedepankan tiga aspek pendidikan, yakni Kognitif (ilmu pengetahuan), afektif (perubahan sikap) dan psiko motorik (tanggap) yang sudah dikaji mendalam dan diterapkan secara berkelanjutan. Sayangnya kajian terhadap masa lalu (adat tradisional) terputus dengan pemikiran masa depan, yang menganggap adat–budaya sudah kuno, discontinue. Menurut Sam Winerburg (Peraih The Frederic W.Ness Book Award), Anggapan budaya sebagai warisan usang oleh kehidupan modern ini disebabkan putusnya rantai sejarah masa lalu dan masa depan yang disebabkan oleh jangka pendek (periode lima tahunan). Pilih ” George Washington” atau tokoh kartun ”Bart Simpson” . Tidak masuk akal rasanya pendirian bangsa dipertentangkan dengan tokoh hiburan, tapi begitulah perdebatan seputar standar sejarah Amerika.

Sistem Pengendalian Sosial

Sistem pengendalian sosial, merupakan suatu kegiatan direncanakan maupun yang tidak direncanakan, untuk mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat, agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Walaupun tidaklah berarti bahwa pengendalian sosial senantiasa bertujuan untuk memaksa kaidah -kaidah dan nilai-nilai yang berlaku pada pribadi-pribadi yang merupakan dalam masyarakat. (Soekanto, 1993).

Keberadaan hukum adat didasarkan pada proses interaksi dalam masyarakat, dan kemudian berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasi serta memperlancar proses interaksi tersebut. Sayangnya peran hukum adat dalam pembangunan, seringkali dikalahakan oleh hukum formal. Hal ini sebetulnya disebabkan oleh masyarakat itu sendiri yang tidak mengerti adat, baik pengetahuan lokalnya maupun kearifan tradisionalnya.

Posisi Pemuda ?
Kelompok pemuda menopang struktur penduduk yang tidak hanya terjadi di Belitung tetapi juga di negara berkembang. Kelompok ini digolongkan kepada kelompok yang paling produktif. Dengan jumlah dan daya produktif yang cukup besar. Pemuda mudah digesekkan dinamika modernisasi. Konsumsi HP, kendaraan, fashion dan komoditas konsumtif lain yang timbul karena sikap pemuda yang selalu meniru (demonstrative effect), membuat gaya hidup dan ingin hidup dalam kelompoknya sendiri. Kondisi ini dimanfaatkan oleh kaum-kaum kapitalise mempromosikan produk dengan mempropagandakan budaya konsumtif global . Generasi MTV begitu kelompok itu biasa disebut. Cara pemuda berperilaku (usage) ini diteruskan menjadi perilaku umum yang diberikan toleransi yang cukup besar oleh masyarakat sehingga membudaya yang tidak lagi melewati proses penataan kelakukan, adat istiadat dan lembaga sosial.

Nilai positif yang selalu dimiliki pemuda adalah optimis.

Percayakah kamu bisa memahami substansinya
dengan menanyakan tujuannya ?
Bisakah kamu menentukan citra rasa anggur
dengan melihat pada gentongnya
(Kahlil GibraN)


No comments: